OPINI : Pergantian Sekretaris KPU Provinsi dan Polemik pengadaan Logistik Pemilu

kewenangan-kpu-pada-aturan-teknis-bukan-norma-hukum-subtansi-pemilu-574539-1Pergantian Sekretaris KPU Provinsi dan Polemik pengadaan Logistik Pemilu

Oleh : ANDRI DARMAWAN. SH

Penulis adalah Advokat/Direktur LKKP Sultra

Terkait dengan pergantian sekretaris KPU provinsi Drs. Laode Andi pili beberapa hari yang lalu menjadi menarik karena secara tidak langsung dikaitkan dengan polemik tentang pengadaan kotak suara yang memuncuklan perdebatan antara ketua KPU Sultra dan Sekretaris KPU provinsi yang intens diberitakan media beberapa ini

Untuk ini ada baiknya kita menelaah tentang bagaimana sebenarnya makanisme pergantian sekretaris KPU provinsi apakah sudah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan termasuk mencermati tentang kisruh pengadaan logistik pemilu dan hubungannya dengan pergantian sekretaris KPU provinsi

Status Pegawai Sekretariat KPU

Membahas pergantian sekretaris KPU provinsi baiknya  terlebih dahulu kita harus melihat bagaimana status pegawai sekretariat KPU, apakah status pegawai KPU adalah sebagai pegawai sekretariat jenderal KPU atau tetap sebagai pegawai pemerintah daerah???.  Berdasarkan UU no. 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu  pasal 56 : (1) Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis. (2) Pegawai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada dalam satu kesatuan manajemen kepegawaian. Penjelasan pasal 56 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “satu kesatuan manajemen kepegawaian” adalah semua pegawai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada di bawah pengendalian Sekretariat Jenderal KPU dan bukan pegawai dari lembaga/kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian lain atau pegawai pemerintah daerah. Jadi menurut UU No. 15 tahun 2011 sudah sangat jelas bahwa status pegawai KPU adalah sebagai pegawai sekertariat jendral KPU dan sekretariat KPU,KPU provinsi, sekretariat KPU kab/kota bersifat herarkis. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana status pegawai pemda yang selama ini dipekerjakan di sekretariat KPU provinsi dan KPU kab/kota???, hal tersebut juga sudah diatur dalam UU No. 15 tahun 2011 pasal 133: (1) Proses peralihan status sekretaris KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, pegawai sekretariat KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota menjadi pegawai Sekretariat Jenderal KPU dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Proses peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan terlebih dahulu memberikan penawaran untuk memilih kepada para pegawai yang bersangkutan serta berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah., kemudian diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Sekjen KPU no. 661/SJ/VI/2012 tentang pindah instansi PNS daerah yang dipekerjakan disekratariat KPU propinsi/KPU kab/kota menjadi PNS sekretariat jenderal KPU yang pada intinya menjelaskan prosedur teknis tentang perpindahan pegawai Pemda menjadi pegawai sekretariat jenderal KPU.

 

Pergantian Sekertaris KPU provinsi Sultra cacat hukum

Terkait dengan mekanisme pengisian jabatan sekretaris KPU provinsi hal ini telah diatur dengan tegas dan jelas dalam UU No. 15 thn 2011 pasal 58 : (1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh sekretaris KPU Provinsi. (2) Sekretaris KPU Provinsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Calon sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh KPU Provinsi kepada Sekretaris Jenderal KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah. (4) Sekretaris Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang sekretaris KPU Provinsi dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.

Kewenangan pengangkatan dan pemberhentian sekretaris KPU provinsi jelas merupakan kewenangan Sekjen KPU yang diberikan oleh undang-undang yang tidak boleh direduksi dengan aturan hukum dibawah undang-undang apalagi dengan hanya satu surat keputusan gubernur. Terus ada pertanyaan dimana kewenangan gubernur dalam pengangkatan sekretaris KPU provinsi???.,sebagaimana diatur dalam pasal 58 ayat (3) dan perjelas dengan surat edaran Sekjen KPU no. 1308/SJ/XII/2012, kewenangan gubernur hanya sekedar memberikan persetujuan terhadap 3 (tiga)  nama calon sekretaris KPU provinsi setelah KPU provinsi mengajukan permintaan calon sekretaris KPU provinsi.

Terkait pergantian Drs.Laode Andi Pili sebagai sekretaris KPU provinsi dan pengangkatan Syafruddin sebagai sekretris KPU provinsi yang baru berdasarkan surat keputusan gubernur jelas tidak sesuai mekanisme dan cacat hukum. Gubernur dalam menjalankan roda pemerintahan didaerah seharusnya tetap mengacu kepada semua peraturan perundang-undangan karena gubernur telah melakukan sumpah jabatan untuk menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya sehingga tidak boleh ada putusan gubernur yang melanggar apalagi bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Gubernur tidak berhak mengusulkan calon sekertaris KPU provinsi apalagi sampai mengangkat dan melantik sekretaris KPU Provinsi karena hal tersebut jelas melanggar pasal 58 UU. No.15 tahun 2011 dan telah dengan sengaja mereduksi kewenangan Sekjen KPU yang diberikan oleh undang-undang dan oleh karenanya keputusan gubernur tersebut harus dianggap batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga menurut aturan perundang-undangan yang sah saat ini sebagai sekretaris KPU provinsi Sultra adalah Drs. Andi pili sampai dengan ada keputusan pergantian dari Sekjen KPU pusat.

 

Polemik Logistik Pemilu dan Pergantian Sekretaris KPU provinsi

Pergantian sekretaris KPU Provinsi Sultra Drs. Laode andi pili memang tidak bisa dihindarkan dengan polemik pengadaan kotak suara yang berkembang dimedia beberapa pekan ini walaupun humas pemprov menyebutkan bahwa pergantian ini adalah hal biasa untuk penyegaran birokrasi. Polemik pengadaan logistik pemilu dipicu oleh pernyataan ketua KPU Sultra yang menyoroti pengadaan logistik pemilu yang tidak sesuai spesifikasi khususnya pengadaan kotak suara yang dibantah oleh sekretaris KPU bahawa pengadan tersebut sudah sesuai dengan spesifikasi dan kemudian muncul berita media mengenai mobilisasi massa demo yang diprakarsai oleh ketua KPU Sultra untuk demo di kantor KPU Sultra terkait pengadaan logistik yang tidak sesuai spesifikasi.

Terkait hal tersebut terlebih dahulu yang harus dipahami bahwa kewenangan untuk mengadakan perlengkapan penyelenggaraan pemilu adalah merupakan salah satu kewenangan sekretariat KPU provinsi sebagaimana disebutkan dalam UU. No. 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu pasal 67 ayat (2) huruf b :  mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Selanjutnya pasal 67 ayat (4) : Sekretariat KPU Provinsi bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengadaan logistik sepenuhnya menjadi tugas dan tanggungjawab sekretariat KPU Provinsi dan tidak boleh di intervensi oleh KPU provinsi.   Bahwa kalau ada penyimpangan masalah pengadaan logistik, maka ketua KPU seharusnya menempuh cara-cara yang sesuai prosedur hukum tanpa perlu berpolemik dimedia. Cara-cara yang sesuai prosedur hukum yaitu dapat meminta dilakukan audit internal KPU atau dapat meminta bantuan lembaga audit pemerintah (BPK atau BPKP) untuk memastikan apakah benar telah terjadi penyimpangan dalam pengadaan logistik atau dapat langsung melaporkan kepenegak hukum (kepolisian atau kejaksaan) apabila sudah mendapatkan cukup bukti terjadi penyimpangan dalam pengadaan logistik tanpa perlu berpolmeik dimedia. Pemberitaan masalah Ketua KPU sendiri yang memprakarsai untuk demo lembagannya sendiri terkait pengadaan logistik,  justru menimbulkan pertanyaan besar kenapa ketua KPU melakukan cara-cara diluar prosedur hukum untuk menyelasaikan masalah???, tendensi apa yang melatarbelakangi ketua KPU melakukan cara-cara yang melanggar kode etik penyelenggara pemilu???.

Ketua KPU dalam melakukan tindakan harus bersandar pada asas penyelanggara pemilu sebagaimana diatur dalam kode etik penyelenggara pemilu yaitu asas kepastian hukum : melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemilu, menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dan asas tertib penyelenggara pemilu : Memastikan seluruh informasi yang disampaikan pada publik berdasarkan data dan/atau fakta. Pernyatan ketua KPU provinsi yang menyatakan pengadaan kotak suara tidak sesuai spesifikasi tentunnya adalah pernyataan yang prematur karena ketua KPU provinsi bukan auditor dan tidak mumpunyai kewenangan untuk melakukan audit sehingga justru kalau mau serius seharusnya kasus ini harus segera diaudit secara resmi agar terang dan jelas permasalahannya dan kalau ditemukan penyimpangan bisa langsung ditangani penegak hukum.

Bahwa yang menjadi kekhawatiran publik jangan sampai polemik yang terjadi dimedia akhir-akhir ini, hanyalah sebuah provokasi untuk mendongkel posisi sekretaris KPU provinsi dari jabatannya yang disebabkan adanya pertarungan kepentingan antara komisioner  dan sekretariat KPU dalam hal pengadaan logistik ini. Sudah banyak informasi yang beredar bahwa terkadang komisioner mempunyai keinginan tersendiri dalam pengadaan logistik yang bertentangan dengan keinginan sekretariat KPU, pertentangan tersebut biasanya mengenai pihak yang akan mengerjakan proyek pengadaan logistik dan bagi-bagi keuntungan (fee proyek) dan kalau itu terjadi sudah sepatutnya aparat hukum segera masuk menyelidiki permasalahan ini. Sungguh suatu ironi kalau seorang Laode andi pili diganti sebagai sekretaris KPU dengan alasan karena telah divonis bersalah oleh pemberitaan media tanpa ada pembuktian secara hukum dan hal ini tentunya akan mencedarai independensi lembaga sekeretariat KPU dan menimbulkan preseden buruk kedepannya bahwa komisioner dapat setiap saat untuk meminta atau bahkan bargaining kepada Gubernur (dibanyak daerah Gubernur selaku Ketua parpol) untuk mengganti sekretaris KPU apabila bertentangan dengan keinginan komisioner, sehingga ini harus menjadi perhatian serius Bawasulu Sultra dan Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dapat menggangu pelasanaan pemilu dan mengancam kualitas peneyelanggaran pemilu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *